Rabu, 06 Januari 2010

Mengenal Dengki

Dengki menurut Imam al-Ghazali adalah persoalan kenikmatan. Jika Allah memberikan nikmat kepada seseorang, ada dua hal yang mungkin timbul dalam diri manusia. Pertama, membenci orang yang menerima nikmat dan berharap agar nikmat itu hilang darinya. Itulah dengki yang sebenarnya.

Kedua, tidak menginginkan nikmat itu lenyap, tetapi ia ingin memiliki nikmat yang serupa. Perasaan kedua inilah yang disebut dengan munafasah atau persaingan. Contoh persaingan adalah apa yang disebutkan Rasulullah saw. dalam hadits yang dirwayatkan oleh Bukhari dan Muslim: “Tidak boleh hasad kecuali kepada dua golongan. Pertama pada orang yang dikaruniai Allah harta lalu ia menghabiskannya untuk membela kebenaran. Kedua pada orang yang dikarunia ilmu, lalu ia mengamalkannya dan mengajarkannya kepada manusa.” Jelas di sini, munafasah dalam hal kebaikan dan beribadah tidaklah haram, bahkan dianjurkan.
Munculnya rasa dengki menurut Pambadjeng BM, Ps., staf pengajar RSCM Jakarta, pada dasarnya berawal dari adanya kebutuhan-kebutuhan manusia.
Sepanjang hidupnya manusia menginginkan kepuasan, ketenangan dan kenikmatan. Kalau hal tersebut tidak berhasil diperoleh sementara orang lain memiliknya, maka muncullah kedengkian dalam dirinya. Masalah yang kemudian timbul adalah apabila seseorang sampai melakukan cara-cara yang tidak baik untuk memenuh keinginannya.
Lebih jelas lagi, Ustadz Rahmat Abdullah mengungkapkan bagaimana manusia secara fitrah memang telah ‘dipersiapan’ mempunyai kecenderungan pada beberapa hal. Antara lain, misalnya kecenderungan pada harta dan wanita (atau pria bagi wanita). Manusia juga cenderung ingin ‘lebih’ dbandingkan orang lain.
Sejauh ini, persoalan fitrah ini adalah hal yang wajar-wajar saja. Yang menjadi tidak wajar, menurut konsultan Lembaga Psikologi AMNA ini, adalah cara manusia tersebut mendapatkan keinginannya serta bagaimana penghayatannya dalam melihat fenomena di sekitarnya. Apakah fenomena itu dilihatnya dengan hati yang membara, hati yang dengki atau tidak. “Karena sebenarnya menjadi kaya atau pintar dengan cara sportif tentu tidak bermasalah,” tambah Ustadz Rahmat.
Berkaitan dengan masalah iri dan dengki ini, beberapa kalangan menisbatkan sifat ini sebagai ‘persoalan’ perempuan. Padahal penyakit iri dan dengki bisa menimpa siapapun. Tua, muda, laki-laki atau perempuan. Dr. Abdullah Nashih ‘Ulwan seorang ulama asal Mesir, dalam bukunya Da’i Militan Menghadang Tantangan, bahkan menyebutkan betapa seorang Da’i yang ikhlas sekalipun, sekali waktu dapat saja terperosok pada sifat hasad.
Hasad memang bukan sifat khas perempuan. Namun seperti diutarakan Pambadjeng, wanita secara psikologis lebih emosional sehingga seringkali tidak berfikir dengan jernih bahwa apa yang diiginkannya tidak selamanya pantas atau efektif.
Psikolog ini lalu mengutip suatu penelitian yang mengungkapkan bahwa rentang emosi perempuan lebih panjang dari laki-laki. Karena itu, lanjut alumni Fakustas Psikologi UI ini, seorang perempuan bisa merasa amat marah sekali, juga bisa merasa sayang sekali. Perasaan berlebih inilah yang biasanya memicu timbulnya dengki. Karenanya, tampaknya perempuan mempunyai peluang untuk lebih mudah terjangkit rasa dengki karena sensitifitas emosinya ini.

0 komentar:

Posting Komentar